Politik di Indonesia tengah menjadi sorotan. Menjelang pilpres 2019 realitas politik di Indonesia menjadi pembicaraan di banyak tempat, termasuk di dunia maya. Bahkan, era digital ini melahirkan cara baru seseorang menyampaikan pesan, termasuk pesan politik, yakni meme.
Dalam kamus Oxford disebutkan bahwa meme adalah gambar, video atau penggalan teks dan lain-lain, biasanya lucu, yang disalin dan disebar dengan cepat oleh pengguna internet, dan seringkali dengan variasi-variasi.
Untuk itu Open Academic Forum Fakultas Agama Islam UMJ menggelar diskusi dengan tema “Islam, Politics and Cyber Tribalism in Indonesia” dengan narasumber Timo Duile, Ph.D., peneliti Asia Tenggara Universitas Bonn, Jerman, pada Senin (28/1) lalu di aula Rektorat.
Rektor UMJ, dalam sambutannya, menjelaskan bahwa politik Indonesia hari ini tidak tataran politik literasi yang baik. Di samping itu juga terjadi polarisasi yang makin tajam antar beberapa kelompok yakni kelompok nasionalis, kelompok agama dan kelompok diluaritu yang sangat puritan. Masalahnya, di negara berkembang, diskriminasi dalam politik masih sering terjadi. Meme politik, hanya salah satu aspek yang dapat dianalisis terhadap realitas politik yang sedang terjadi.
Bagi Timo Duile, ada hal-hal yang menjadikan seseorang berbeda dalam memahami meme yaitu selera humor, umur, kelas, pendidikan dan sebagainya. Bagi Timo, meme merupakan bentuk simplifikasi dari kompleksitas.
Lebih lanjut, Timo menganalisis beberapa meme yang tersebar terkait dengan politik Indonesia. Salah satu meme yang dijadikan contoh adalah meme Nurhadi Aldo. Menurutnya, meme Nurhadi Aldo yang muncul sejak Desember 2018 mengandung konten absurd sampai postingan serius tentang HAM.
Ia menyimpulkan bahwa meme Urhadi Aldo adalah meme yang mengkritik dariluar wacana hegemonial, wacana hegemonial dibatasi oleh historical bloc yang berdasar dari ideologi nasionalisme-agama, dan Nurhadi Aldo tidak mempunyai counter ideologi yang jelas; dimana signifier ideologi digunakan sebagai antitesis, bukan alternatif. (Humas)