“Umat beragama harus sanggup menjadikan diri mereka sebagai instrumen bagi perdamaian,” demikian Sudibyo Markus, penulis buku Dunia Barat dan Islam: Cahaya di Cakrawala, saat menjadi narasumber bedah buku tersebut di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis lantai 4, Selasa (03/12/2019) lalu.
Menurutnya, ada empat milestone atau tonggak sejarah penting yang mengantar manusia kepada modernitas dan jalan yang semakin mendekatkan manusia, khususnya umat beragama kepada perdamaian.
Keempat milestone tersebut antara lain Perang Salib (1095-1297), Konsili Vatikan II (1962-1965), Surat Terbuka “A Common Word Between Us and You” atau “Kalimatun Sawa” dan Agenda for Humanity yang merupakan keputusan World Humanitarian Summit di Istanbul (23-24 Mei 2016).
Selain penulis, hadir beberapa tokoh sebagai pembicara seperti Azyumardi Azra dan Pdt Victor Rembeth.
Bagi Azra, dikotomi antara dunia Barat dan Islam tidak pas. Tapi jika dipertentangkan maka antara Barat dan Islam lebih banyak komunalitasnya daripada perbedaannya. Bahkan, tradisi biblical juga mempengaruhi masyarakat Islam Mesir. Dan untuk membangun peradaban dan perdamaian kita harus mengedepankan komunalitas. “Perbedaan itu kita anggap natural saja,” ujarnya.
Sedangkan menurut Rembeth, kekristenan di Indonesia muncul bersamaan dengan kolonialisme Barat dengan segala konsekuensi losgisnya. Katanya, kekristenan Timur “di-Barat-kan” oleh Konstantinus dalam Edict Milan 313 dan Konsili Nicea 325.
Selain narasumber hadir juga tokoh lain yang turut memberikan pandangannya tentang Timur, Barat dan Perdamaian Dunia yakni Din Syamsuddin.