Mencari Negarawan Yang Pancasilais

Mencari Negarawan Pancasila

Ideologi negara Republik Indonesia yang tercermin dan terkandung dalam pembentukan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan, yaitu jiwa dan semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dalam pembukaan UUD 1945 mengandung pokok pikiran yang jiwai Pancasila dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945.

Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai suatu ideologi negara karena memuat ajaran, doktrin, teori, ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sitematis serta diberi petunjuk pelaksanaanya.

Lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara tidak dapat di pisahkan dari sejarah perjuangan bangsa dan lebih jauh lagi, perkembangan peradaan manusia yang merupakan produk sejarah bangsa yang terjajah, yang ingin melepaskan dari belenggu penjajahan dalam mewujudkan negara yang merdeka.

Setelah melalui proses yang cukup panjang, hidup bersama dalam satu wilayah Nusantara, bangsa Indonesia menemukan Pancasila. Di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan sederhana namun mendalam, yaitu rumusan Pancasila (lima dasar negara) yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa, dan kemudian di sepakati sebagai ideologi dasar negara (Lemhanas  RI, tt : 29-30)

Ideologi itu tidak pernah mati, yang terjadi adalah emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi). Tampaknya, sejak awal proses reformasi 1998 hingga saat ini sedang terjadi declining (kemunduran), inherent juga di dalamnya declining (kemunduran) demokrasi, yang terbukti dengan tidak terwujudnya konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Salah  satu  tantangan  yang  juga  tidak  kalah  beratnya  adalah eksistensi  Pancasila  mulai cenderung  diabaikan  karena  dinilai  sebagai  warisan Orde  Baru.  Salah satu faktornya  terutama  setelah terjadinya reformasi mulai banyak yang serta melupakan gagasan-gagasan ideal masyarakat Pancasila.

Fakta  yang  dihadapi  pada  masa  itu  adalah  situasi  konflik  etnik  dan  agama,  tawuran  antar kampung, perebutan  kekuasaan,  konflik  komunal  akibat  pemilihan  kepala  daerah,  korupsi  dan  berbagai persengketaan  lain.  Struktur  toleransi  dengan  nilai  keselarasan  yang  mendasarinya  perlahan  hilang.

Sementara struktur reformasi yang dibangun masih sangat lemah menopang struktur sosial, dan belum mendapatkan pengakuan. Lebih jauh dari pada itu muncul perdebatan-perdebatan mengenai Pancasila yang tidak substansial, melainkan mengaburkan ajaran Pancasila sebagai sebuah jalan hidup untuk kebaikan seluruh rakyat Indonesia.

Di  tengah  pertarungan  antar ideologi  yang  berkecamuk  di  Indonesia,  harus ada  upaya  bagaimana  memposisikan  Pancasila  dalam  konteks  berbangsa  dan  bernegara.  Sejatinya, keprihatinan terhadap Pancasila dan realitas kebangsaan saat ini sudah harus dilakukan litigasi atau penyelesaian sampai ke akar-akarnya. Maka kedepan harus ada upaya yang dilakukan oleh seluruh elemen bangsa untuk membuat dan menciptakan negarawan yang benar dalam memahami Pancasila secara benar.

Padahal makna Pancasila menurut Konsepsi Kelsen menekankan bahwa negara merupakan suatu gagasan teknis semata-mata yang menyatakan fakta bahwa serangkaian kaidah hukum tertentu mengikat sekelompok individu yang hidup dalam suatu wilayah teritorial terbatas.

Pendapat lain mengemukakan negara merupakan suatu lembaga, yaitu satu sistem yang mengatur hubungan yang ditetapkan oleh manusia antara mereka sendiri sebagai satu alat untuk mencapai tujuan yang paling pokok di antaranya ialah satu sistem ketertiban yang menaungi manusia dalam melakukan kegiatan.

Maka definisi negara yang sesuai dengan kontekstualisasi hari ini adalah integrasi dari kekuasaan politik. Negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerja sama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan.

Mengutip pendapat ulama, bangsawan, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafi’i Ma’arif yang mengatakan bahwa pemimpin mendatang harus seorang pancasilais, juga harus betul-betul orang yang mengerti tentang negara ini serta memiliki jiwa Pancasila. Karena Indonesia memerlukan pemimpin yang memiliki visi jangka panjang untuk memecahkan masalah Bangsa.

Pemimpin yang paham Pancasila bukan hanya hafal isi dari Pancasila. Namun lebih dari itu, Pancasila harus berdampak terhadap diri dan lingkungan, harus terimplementasi dalam tindakan dan perbuatan. Misalnya dengan menjunjung tinggi kebhinekaan, tolerasi dan tidak rasialis serta yang paling juga penting adalah tidak korupsi dan komitmen memberantas korupsi.

Negarawan yang pancasilais adalah pemimpin yang selalu menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila. Pemimpin yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini adalah pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-harinya untuk menjadi panutan dan contoh yang baik bagi rakyatnya. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang bijak berpancasila yaitu pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari.

Seseorang tidak cukup hanya dengan kecerdasan intelektual saja untuk menjadi insan berkualitas tapi membutuhkan kecerdasan spiritual sebagaimana yang disebut Dr. (HC) Ustaz Adi Hidayat, Lc., MA., sebagai poros moral yang keduanya jika dipadukan akan membentuk adab. Kecerdasan spiritual merupakan instrumen penting bagi seseorang dalam melakukan penilaian terhadap sesuatu.

Sementara itu, konsep yang dikemukakan pemikir, politisi, akademisi muslim dari Asia Selatan, Muhammad Iqbal tentang insan kamil. Seseorang dapat mencapai insan kamil idealnya memenuhi tiga jenis kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Begitu pula seorang negarawan, patut memiliki kecerdasan spiritual sehingga dapat mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan menyimpang dan tidak sejalan dengan Pancasila. Berapa banyak politisi dengan kecerdasan intelektual tinggi terjerat kasus korupsi? Jumlahnya sudah lebih dari jumlah jari tangan dan kaki.

Pancasila dan tidak Pancasila tidak tampak dari kecerdasan intelektual saja. Barisan gelar akademik tidak dapat menjamin seseorang memahami dan mengamalkan Pancasila. Sayangnya saat ini Pancasila hanya dijadikan alat untuk menghakimi seseorang atau kelompook yang tidak sesuai dengan cara pandang suatu kelompok.

Padahal lebih dari itu, Pancasila seharusnya tercermin juga dalam diri setiap pemimpin dan negarawan di negara ini. Terlebih Pancasila dirumuskan, diinspirasi dari nilai-nilai luruh ketuhanan, ini sangat berkaitan dengan kecerdasan spiritual.

Maka dari itulah seorang negarawan ideal patut memiliki kecerdasan spiritual untuk mengontrol langkah dan sikap. Mengutip Pierre Teilhard de Chardin bahwa orang yang telah memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang telah memahami esensi kehidupan bahwa manusia bukan makhluk yang memiliki pengalaman spiritual, melainkan makhluk spiritual yang memiliki pengalaman kemanusiaan.

Kekuatan ilmiah kita telah melampaui kekuatan spiritual kita. Kita mampu membuat peluru kendali, namun tidak mampu mengendalikan diri -Martin Luther King, Jr.-

https://simlppm.untan.ac.id/vendor/terbaik-2024/https://lentera.uin-alauddin.ac.id/question/gratis-terlengkap/https://old-elearning.uad.ac.id/gampang-menang/https://fk.ilearn.unand.ac.id/demo/http://ti.lab.gunadarma.ac.id/jobe/system/https://elearning.uika-bogor.ac.id/tanpa-potongan/https://mti.unpam.ac.id/assets/images//https://besadu.belitung.go.id/css/https://uptdlkk.kaltimprov.go.id/img/product/https://jdih-dprd.sumedangkab.go.id/system/https://siswa.dpuair.jatimprov.go.id/tests/demo/https://simmas.jombangkab.go.id/vendor/https://siapmang.kotabogor.go.id/storage/https://e-learning.iainponorogo.ac.id/thai/https://alumni.fhukum.unpatti.ac.id/app/